1. BAGAIMANA JALANNYA MASALAH/LATAR
BELAKANG
Dewasa ini kita mengetahui, bahwa pasar
perdagangan di negara kita dibanjiri prroduk luar negeri terutama produk dari
Tiong kok setelah Asean-China Trade Agreement
(ACFTA). Seperti dalanm kehidupan sehari-hari, misalnya sekarang. Handphone
asal Tiong kok telah tersebar luas di masyarakat dengan cepat karena harganya
yang terjangkau oleh
rata-rata masyarakat Indonesia.
Belum lagi produk Tiong kok yang lain seperti alat-alat tulis, alat kebersihan,
alat-alat komunikasi lainnya bahkan sandal sekalipun.
TIONG KOK dipastikan bergabung
dengan negara-negara ASEAN dalam melakukan perdagangan antar negara atau yang
lebih dikenal dengan Asean Free Trade Area (AFTA). Bagi Indonesia ini berarti
memperbolehkan produk-produk Tiong kok masuk ke Indonesia tanpa ada hambatan
tarif untuk menguasai pasar domestik. Tiong kok terkenal dengan prestasinya
dalam perekonomian yang stabil, perdagangan internasional, produk yang mampu
bersaing secara global dengan perusahaan-perusahaan besar kelas dunia, dan
kesuksesannya menahan laju perusahaan asing di pasar lokal.
Setelah mengalami defisit dalam
neraca perdagangannya pada 1980-an Tiong kok berhasil bangkit. Neraca
perdagangannya surplus sejak 1990-an. Strategi yang diambil Tiong kok adalah
dengan kebijakan ekonomi yang tepat, membangun dasar-dasar industri yang kokoh,
mengandalkan faktor tenaga kerja yang lebih murah (bahkan lebih murah dari
negara-negara berkembang di ASEAN) dan membuka diri terhadap persaingan global
(penurunan tarif impor dari 50% pada 1980an menjadi 17% pada 1998).
Kebijakan moneter dari Tiong kok
yang mendevaluasi mata uangnya Renminbi, ditopang cadangan devisa yang kuat
sebesar 2,3 Triliun US dollar pada tahun 2010 menjadikan Tiong kok sebagai
raksasa ekonomi baru di dunia. Selain itu Tiong kok melakukan pembangunan
infrastruktur sebagai pilar bagi pertumbuhan ekonominya. Misalnya, pembangunan
infrastruktur pelabuhan sebagai penunjang aktivitas ekspor dan impor. Pelabuhan
di Shanghai, Shenchen, Qingdao, Ningbo dan Guangzhou merupakan
pelabuhan-pelabuhan tersibuk bertaraf internasional.
Dalam perdagangan internasional,
khususnya dalam ekspor produk barang dagang, tahun 2008 Tiong kok menduduki
peringkat teratas setelah Jerman, dengan pangsa pasar ekspor sebesar 8,9% dari
total barang-barang ekspor di seluruh dunia (International Trade Statistic,
2009).
Pasar domestik Tiong kok sebagai
pasar terbesar di dunia dengan populasi kurang lebih 2 milyar, merupakan
sasaran bagi perusahaan-perusahaan global. Namun perusahaan lokal Tiong kok
sudah teruji dalam menahan gempuran dari perusahaan multinasional yang
menggempur pasar lokal mereka. Sebalikannya bahkan kini Tiong kok sudah
menguasai pasar Internasional.
Sejak tahun 1990-an produk Tiong kok
telah bertransisi dari low-price dan low-quality menjadi produk untuk semua
segmen pasar sehingga tidak mengherankan jika perusahaan asli Tiong kok Baidu
mampu menahan laju pertumbuhan Google sebagai mesin pencari kelas dunia di pasar
internet Tiong kok. Keberhasilan perusahaan Tiong kok menahan ekspansi dari
perusahaan multinasional membawa semangat bagi mereka untuk melakukan ekspor ke
luar negeri. Hal ini didukung dengan sudah tercapainya skala ekonomis pada
produk mereka.
Perusahaan Tiong kok tidak hanya
menunjukkan prestasi di pasar domestik, namun juga menunjukkan prestasi yang
sama di pasar global. Sinopec, State Grid dan China National Petroleum
merupakan perusahaan-perusahaan lokal Tiong kok yang masuk dalam 25 perusahaan
terbesar di dunia versi Fortune.
Dengan dimulainya AFTA pada 1
Januari 2010, otomatis perusahaan Tiong kok akan mengekspor produknya ke pasar
domestik Indonesia, mereka yang mengekspor tersebut adalah perusahaan yang
telah teruji dan terbukti mampu bersaing dengan perusahaan multinasional di
pasar lokal negaranya, dengan memanfaatkan jaringan, faktor produksi dan
infrastruktur lokal yang tersedia.
Bagi perusahaan Tiong kok, pasar
ASEAN memiliki banyak kesamaan dengan pasar Tiong kok yang membawa mereka pada
posisi kuat untuk masuk. Perusahaan Tiong kok telah berpengalaman dalam
melayani pasar dengan pendapatan rendah, sehingga faktor penentu bagi
kebanyakan konsumen adalah harga, dengan memberikan barang yang memiliki
kualitas sama namun memberikan harga lebih murah dibandingkan pesaing-pesaing
lokal.
Jika melihat kondisi perusahaan Tiong
kok yang telah mencapai skala ekonomis dalam produksinya, mereka telah memiliki
modal yang cukup kuat sehingga tidak akan mendapatkan perlawanan berarti dari
perusahaan lokal Indonesia. Kebesaran dan kekuatan Tiong kok membuat
produsen-produsen lokal ketakutan, dan lari lebih dulu sebelum menghadapi
persaingan. Banyak perusahaan lokal Indonesia mengambil langkah mengurangi
produksi mereka untuk mengurangi biaya produksi dan kerugian yang akan
diperoleh jika produk Tiong kok masuk ke pasar domestik Indonesia.
Namun, jika perusahaan-perusahaan
lokal Indonesia cukup jeli melihat kondisi bahwa perusahaan-perusahaan Tiong
kok yang masuk ke Indonesia tersebut adalah perusahaan yang mendapatkan
persaingan di pasar lokal mereka sendiri dan juga pasar ekspor di Indonesia.
Ini berarti perusahaan Tiong kok tersebut menjual produknya dengan margin yang
sangat kecil.
Melawan Tiong kok dalam kondisi
seperti ini adalah dengan mengadopsi strategi mereka sendiri, perusahaan lokal
Indonesia harus mampu memanfaatkan keunggulan jaringan, faktor produksi dan
infrastruktur lokal yang dimiliki. Memproduksi produk pada skala ekonomis
dimana biaya termurah dalam memproduksi produk harus diterapkan untuk mampu
bersaing dengan memberikan barang dengan kualitas yang sama dengan produk Tiong
kok, namun dengan harga lebih murah.
Langkah ini akan meredam bahkan bisa
jadi mengalahkan produk perusahaan Tiong kok di pasar Indonesia dan membentuk
dan menempa perusahaan domestik untuk mampu bersaing secara global.
Selain itu, dengan melakukan strategi ini, yang paling diuntungkan adalah konsumen Indonesia yang mendapatkan barang dengan harga murah.
Selain itu, dengan melakukan strategi ini, yang paling diuntungkan adalah konsumen Indonesia yang mendapatkan barang dengan harga murah.
Barang produksi home industri negeri
China mampu menembus pasar Indonesia, ini adalah peluang yang sangat empuk bagi
ekonomi mereka, Devisa RRC meningkat tajam dan berbanding terbalik dengan
negara kita. Bagaimana tidak, kalau dulu di jaman pak Harto kita kebanjiran
produk Jepang, semua alat rumah tangga sampai bolpen pun made in japan. Kini
semua peralatan yang murah – murah made in China. Handphone china, tv china
komputer china dll.
Pemerintah dianggap kebakaran
jenggot akibat membanjirnya produk-produk China di pasar dalam negeri. Langkah
pengamanan pasar bagi industri lokal seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan
(BMTP) oleh Kementerian Perdagangan hanya sebatas mau menunjukan kinerja saja.
sudah sejak lama pelaku usaha di dalam negeri menghendaki revisi perdagangan
bebas ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Namun sayangnya pemerintah tak
menghiraukan suara pelaku industri lokal. “Kita bukan menolak ACFTA tapi kita
minta direvisi saja,” Langkah pemerintah mengajak investor China untuk
berinvestasi ke dalam negeri suatu hal yang sangat sulit. Menurutnya, China
sebagai negara industri tahu benar apa yang menjadi kepentingannya.
Lalu bagaimana kita bisa bersaing di
pasar global, apakah kita bisa meniru apa yang telah dilakukan oleh Negara
China dalam meningkatkan pemberdayaan UKM usaha home industri guna meningkatkan
kemakmuran rakyatnya? Bayangkan saja semua kebutuhan kita ada dibuat oleh
mereka, padahal kita pun bisa melakukannya jika ada yang menyuarakan untuk
membuatnya, Ada yang memberikan pengaturan untuk membuat semua jenis produk
dengan home industri dan bisa dipakai sendiri maupun di ekspor, Ya Seperti yang
dilakukan bangsa China tersebut.
2. SEBERAPA BESAR MASALAH TERSEBAR
PADA BANGSA DAN NEGARA.
Sebulan pasca kesepakatan
pemberlakuan perdagangan bebas Asean China Free Trade Agreement (ACFTA),
bagaikan air bah yang menyerbu dan membanjiri secara bebas, tanpa batas.
Berbagai ragam produk Made in China, kini semakin menyerbu dan membanjiri
sejumlah pusat perbelanjaan hingga pasar tradisional di Ibukota.
Memang dampak ACFTA, kapal-kapal
berbendera China semakin memadati Pelabuhan Tanjung Priok. Selama Januari 2010,
sudah ada sekitar 24 kapal Tiong kok yang sudah masuk sebanyak 12.000 petikemas
pada Januari 2010. Produk China yang masuk kebanyakan tekstil, bahan-bahan
tekstil, makanan dan minuman, buah-buahan, mainan anak-anak, sepatu dan sandal.
Untuk garmen biasanya satu konteiner ukuran 20 feet berisi ratusan ribu potong
pakaian atau setara dengan berat sekitar 25 ton. Dan untuk konteiner berukuran
40 feet beratnya bisa mencapai 33 ton.
Ragam produk itu, umumnya yang paling
banyak dikonsumsi dan memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Ditambah harganya
benar-benar murah, masyarakat berpenghasilan rendah pun terjangkau membelinya.
Tak mengherankan jika daya beli mengalami grafik pergerakan naik. Sebut saja,
tekstil, peralatan sekolah dan kantor, sepatu, sparepart rumah tangga seperti
obeng, gunting, tang, mainan anak-anak, souvenir sampai tusuk gigi dan peniti
kini banyak ditemui dengan mudah.
Apalagi, menjelang Imlek (Hari Raya
China) sebentar lagi menghadang. Produk kebutuhan Imlek pun gampang ditemukan.
Di pasar tradisional Pasar Pagi, Pasar Asemka, Pasar Gembrong, Pasar Rawa
Badak, Pasar Tanah Abang hingga pusat perbelajaan seperti Mal Gajahmada, Mal
Kepala Gading, WTC Mangga Dua , Mal Artha Gading nampak banyak barang-barang
impor dari negeri Tirai Bambu dipajang di toko, gerai, kedai juga pedagang
asongan menawarkan dengan harga yang miring.
Pantauan Kabarbisnis.com, Ahad
(7/2/10), di Pasar Asemka Jakarta Pusat misalnya, produk China kini sudah
menjadi bagian penjualan utama bagi pemilik toko hingga pedagang emperan. Di
kawasan perdagangan ini, yang paling banyak dijual adalah peralatan sekolah,
kantor, mainan anak juga souvenir dan pernik-pernik Implek.
Antok, pedagang peralatan sekolah
dan kantor dari China menjelaskan barang-barang asal sebutan negara Panda itu
sudah membanjiri pasar sebelum adanya ACFTA, namun kini jumlah barang produk
China yang dijual semakin meningkat dan beragam. Selain murah, bahkan harganya
cenderung menurun karena serbuan barang China lebih banyak.
“Umumnya pembeli lebih mementingkan
harga murah dibandingkan kualitasnya. Jadi pembeli tidak mementingkan produk
China atau produk lokal. yang penting murah dan terjangkau. Kalau kualitas,
dianggap sama aja, pembeli masa bodoh,” tandasnya.
Para pedagang mainan anak di Pasar
Gembrong, Jakarta, produk Made in China kini makin lebih marak, setelah pasar
bebas dibuka. Barang mainan dari negeri Kung Fu itu juga dijual lebih murah
sehingga mempengaruhi harga pasaran mainan anak dari produk lokal. Harga
semakin bersaing, meski kualitas produk lokal tidak kalah dengan produk China.
Namun masyarakat tetap mencari harga yang miring.
“Harga sejumlah mainan anak relatif
menurun. seperti mainan mobil remote control relatif menurun hingga 10-15%,
dari Rp 95.000 menjadi Rp 80.000 atau Rp 75.000 per unitnya. Begitu juga mainan
anak lainnya seperti boneka pakai bateri, mobil-mobilan elektronik,
pistol-pistolan, dan mainnan lainnya harganya memang jatuhnya lebih murah,
apalagi beli dalam partay atau jumlah yang banyak,” ucap Wirya, pedagang mainan
anak-anak di Pasar Gembrong.
Di Pasar tradisional lainnya,
seperti Pasar Tanah Abang dan Pasar Rawa Badak yang menjual Batik dari China
semakin membanjiri pusat perkulakan sehingga menyaingi batik Indonesia. Di
Pasar Rawa Badak, banyak ditemukan batik cetak asal China yang dipajang di
setiap sudut toko pedagang. Harganya juga sangat murah, rata-rata hanya sekitar
Rp35 ribu-Rp 50 ribu per lembar. Sementara batik lokal paling banter harganya
Rp75.000 perlembar.
Soal kualitas, bahan baku, motif dan
desian batik China ya sangat jauh lah dibandingkan batik lokal yang kaya
desain, kaya warna, namun sayangnya konsumen kadang tak memikirkan masalah itu,
yang penting harganya murah dan terjangkau, ungkap Bu Satria, pedagang batik
China di Pasar Rawa Badak.
Sementara di Mal Artha Gading, WTC
Mangga Dua, Mal Gajahmada, produk China sangat gampang ditemukan. Seperti
pakaian, blouse berbahan polyester saja bisa didapat dengan harga tak lebih
dari Rp50 ribu. Demikian juga celana pendek ukuran sedang harga super murah
seharga Rp35 ribu. Harga ini, jauh lebih murah ketimbang harga tekstil buatan
lokal yang bisa mencapai Rp150 ribu per helai.
Bahkan di Mal elite Kelapa Gading
juga ditemukan banyak jenis produk China. Mulai dari makanan ringan, snack, semir,
jam dinding, jam tangan, pasta gigi, karpet lantai, sikat gigi bahkan tusuk
gigi bermerk China banyak ditemukan. Produknya beragam. Harganya juga murah
meriah. Lihat saja tusuk gigi, hanya Rp 1000 per paknya sementara buatan lokal
mencapai Rp3.000 per pak.
Kekhawatiran, kecemasan pelaku
bisnis dengan maraknya produk China dengan harga yang lebih murah dan tanpa
memperlihatkan kualitas produknya, sudah tak bisa dielakkan lagi. Kondisi ini
jelas terus menghantui pelaku bisnis, dan bila dibiarkan berlarut-larut banyak
industri Indonesia terancam gulung tikar.
Karenanya kebijakan pemerintah
sangat dibutuhkan, diantaranya mengalihkan kapal dari China yang masuk tidak
melalui pelabuhan utama namun dialihkan ke pelabuhan kecil di wilayah Indonesia
Bagian Timur, tujuannya pelabuhan itu semakin ramai, tingkat pendapatan
masyarakat sekitar meningkat dan harga barang semakin mahal untuk dikirim lagi
ke pusat perekonomian di Jakarta dan sekitarnya.
Juga antisipasi lain yang perlu
menjadi perhatian serius dari pemerintah. Yang tak hanya bergelut ngurusi di
dunia politik saja, namun bagaimana memikirkan dampak perdagangan bebas ACFTA
yang sudah mengancam dunia industri, mengancam tenaga kerja, mengancam
perekonomian.
Dan yang paling penting, bagaimana
pelaku bisnis Indonesia bisa bermain lebih hebat lagi di pasar internasional.
Ini butuh uluran dan pemikiran pemerintah
3. MENGAPA MASALAH HARUS DITANGANI
PEMERINTAH DAN HARUSKAH SESEORANG BERTANGGGUNG JAWAB MEMECAHKANNYA?
Kedatangan produk impor asal Negeri
Tirai Bambu Tiong kok memang fantastis. Dengan cepat setelah diberlakukannya
ACFTA. Indonesia dan negara ASEAN lainnya dibanjiri produk-produk impor asal Tiong
kok tersebut. Namun, dibalik banyaknya produk Tiong kok tersebut yang diimpor
telah mengakibatkan dampak negatif yang sangatv memprihatinkan dan harusb
segera di atasi oleh pemerintah.
- Produk Tiong kok kalahkan Produk
Lokal.
Serbuan produk impor dari China
telah terbukti menghantam industri dalam negeri. Hasil survei Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) menyimpulkan, pemberlakuan ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA) telah menciutkan pasar produksi produk dalam negeri.
Dirjen Kerjasama Industri
Internasional Agus Tjahyana mengatakan, hasil survei yang dilakukan Kemenperin
menunjukkan, industri dalam negeri mengalami penurunan penjualan, merosotnya
keuntungan hingga pengurangan tenaga kerja. “Ini survei di 11 kota besar,” kata
Agus dalam konferensi pers tentang perkembangan pelaksanaan ACFTA, Rabu
(23/3/2011).
Responden survei tersebut meliputi
2.738 penjual, 3.521 pembeli dan 724 perusahaan. Mereka tersebar di berbagai
kota. Yaitu, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, Pontianak, Makassar dan Manado.
Agus menuturkan, hasil survei
tersebut juga memotret perilaku pedagang yang lebih suka menjual produk buatan
China daripada menjual karya anak negeri. “Ini ditengarai sebagai penyebab
penurunan produksi domestik,” ujar Agus.
Namun, dari sisi kualitas, survei
itu menunjukkan, kualitas produk dalam negeri lebih unggul dibandingkan produk
China. Menurut Agus, ini karena produk dalam negeri menerapkan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Sementara banyak produk China yang tidak memiliki SNI walaupun
kaya inovasi dan kreasi.
Berdasar data Ditjen Bea Cukai,
impor produk China meningkat 45,9 persen di 2010. Sedangkan ekspor Indonesia ke
China hanya naik 36,5 persen di tahun yang sama. Impor terbanyak dari China
adalah mainan yang menguasai 73 persen total impor mainan. Setelah itu furnitur
dengan pangsa 54 persen, elektronika 34 persen, logam 18 persen, permesinan 22
persen, dan tekstil produk tekstil (TPT) 34 persen.
Menurut Agus, Kemenperin sudah
melakukan pemantauan untuk menghindari keterpurukan industri dalam negeri
akibat ACFTA. Jika perlu, tandasnya, Indonesia bisa menggunakan Article 6
kesepakatan ACFTA berupa modifikasi hasil kesepakatan.
- Infrastruktur tertinggal
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan, kekalahan produk dalam negeri karena
infrastruktur yang minim. Seperti, pasokan gas dan listrik yang seret membuat
produksi jadi kerdil. Sementara konsumsi dalam negeri meningkat. “Pasar yang
meningkat itulah yang diisi produk China,” ujar Sofjan kepada KONTAN.
Ia menuding pemerintah memperlonggar
aturan impor barang jadi dan mempersulit impor barang modal. Alhasil, pengusaha
banyak memilih menjadi pedagang ketimbang memproduksi sendiri.
- Banyak Industri bakal gulung tikar
Jelang tutup tahun 2009, Apindo
melontarkan pernyataan mengejutkan. Asosiasi Pengusaha Indonesia itu
menyatakan, pada 2010, banyak industri manufaktur tutup dan jumlah pekerja yang
kehilangan pekerjaan bakal mencapai 7,5 juta. Itu berarti, angka penganggur
terbuka yang saat ini sekitar 8,9 juta akan membengkak menjadi 17,8 juta orang.
Perdagangan bebas ASEAN- Tiong kok bakal timbulkan banyak masalah sosial
Lonjakan angka pengangguran itu
disebabkan oleh serbuan produk RRT. Mulai 1 Januari 2010, era perdagangan bebas
Asean-China atau yang lazim disebut Asean-China Free Trade Area (AC-FTA)
diberlakukan.
Tak satu pun industriawan Indonesia
yang senang dengan AC-FTA. Mereka tahu persis, Indonesia, sebagaimana
kebanyakan negara Asean, tidak akan mampu mengungguli produk RRT. Sebelum
memasuki AC-FTA pun, negara-negara Asean sudah kebanjiran produk RRT. Kini,
dengan bea masuk nol persen, produk RRT akan semakin mencengkeram pasar
domestik. Industriawan nasional pun menangis karena PHK tak terelakkan.
Para pedagang dan konsumen mungkin
tidak mempermasalahkan perkembangan ini. Bagi pedagang, yang penting adalah
margin laba yang besar. Sebagian dari mereka sebelumnya adalah pemilik pabrik
tekstil dan garmen. Para pedagang itu akhirnya banting setir karena produk
mereka tidak bisa bersaing dengan produk RRT. Harga produk RRT jauh lebih murah
dengan kualitas yang tidak kalah, bahkan lebih bagus.
Untuk produk tertentu, harga barang
jadi produk RRT lebih murah dibanding bahan baku produk Indonesia. Jika sudah
demikian, untuk apalagi mempertahankan pabrik manufaktur di Indonesia? RRT
setidaknya, unggul dalam sepuluh produk, yaitu tekstil dan garmen, serta alas
kaki, elektronik dan listrik, produk dari besi dan baja, peralatan medis dan
optik, mebel, produk kimia, alat transportasi, produk perlengkapan generator,
bahan bakar mineral, dan mainan anak-anak. Produk-produk ini justru menjadi
andalan industri manufaktur Indonesia.
Konsumen Indonesia mungkin tidak
perduli asal-usul produk, termasuk membanjirnya produk RRT. Mereka bahkan
diuntungkan oleh produk dari negeri Tirai Bambu itu. Saat berbelanja, konsumen
umumnya hanya melihat mutu dan harga. Sebagian besar konsumen Indonesia, yang
memang berpenghasilan rendah, malah hanya mempertimbangkan harga. Mereka tidak
terlalu sensitif terhadap kualitas, apalagi mempertanyakan produk lokal atau
asing. Produk RRT yang murah justru menolong masyarakat berdaya beli rendah.
Tapi, untuk kepentingan jangka
panjang, kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Indonesia, negeri dengan penduduk
230 juta ini, tidak boleh hanya menjadi pasar bagi produk asing. Dari sisi
jumlah penduduk, Indonesia menempati peringkat keempat setelah RRT (1,3
miliar), India (1,1 miliar), dan AS (340 juta). Sebagaimana RRT, Indonesia juga
harus bisa memanfaatkan jumlah penduduk yang besar untuk menggapai kemajuan.
Yang mengherankan, pemerintah justru
tidak sedikit pun menunjukkan kekhawatiran terhadap membanjirnya produk RRT.
Seakan dengan mengikuti AC-FTA, tidak akan ada masalah dengan Indonesia. Para
menteri dan pejabat pemerintah lebih banyak bicara teori bahwa Indonesia harus
bisa bersaing di pasar global. Indonesia tidak boleh takut menghadapi produk
negara lain, termasuk produk RRT.
Pemerintah lupa bahwa persaingan itu
ada syaratnya. RRT tidak membuka pasarnya ketika industri manufakturnya belum
kuat. RRT memproteksi produk dalam negerinya selama beberapa dekade. Setelah
industri manufakturnya kokoh dalam dekade terakhir, RRT berani membuka pasar.
Saat ini, negeri manakah yang mampu menahan produk RRT? AS pun tidak mampu.
Begitu pula negara-negara Eropa. Produk RRT sangat unggul dalam harga. Meski
mutunya tidak hebat, konsumen tetap tergiur karena kualitas produk RRT tidak
jelek dan mutunya terus mengalami perbaikan.
Ekspor RRT tahun 2008 mencapai US$
1,4 triliun, sedang impornya hanya 1,1 miliar atau meraih surplus perdagangan
US$ 295 miliar. Tidak heran jika cadangan devisa RRT terus meningkat dan kini
mencapai US$ 2,3 triliun. Untuk lingkup Asean, RRT surplus. Pada tahuhn 2008,
Asean mengekspor US$ 85,6 miliar dan mengimpor US$ 107 miliar. Indonesia pun
sudah keok. Pada 2008, ekspor Indonesia ke RRT sebesar US$ 11,6 miliar, sedang
impor dari RRT sebesar US$ 15,2 miliar. Mulai tahun ini, defisit perdagangan
RI-RRT bakal meningkat tajam.
Pemerintah terkesan menerapkan
liberalisasi ekonomi ugal-ugalan. Liberalisasi diterapkan tanpa penelitian,
evaluasi, dan persiapan. Pemerintah tak pelak hanya ikut arus agar kelihatan
gagah di forum internasional meski industri manufaktur dalam negeri babak belur
dan pengangguran terbuka bakal meledak. Hingga memasuki tahun keenam
pemerintahan SBY, kita belum melihat upaya serius untuk memantapkan struktur
industri dan memperkuat fondasi ekonomi.
- Batik murah Tiong kok vs
Nasionalisme Batik
Baru saja pengrajin batik tanah air
menikmati ‘bulan madu’ pasca pengakuan UNESCO atas batik sebagai warisan budaya
dunia. Kini, batik lokal justru terancam.
Pemberlakukan perjanjian perdagangan
bebas (FTA) ASEAN-China sejak Januari 2010 lalu, kini sudah mulai berdampak.
Membanjirnya produk tekstil batik
China membuat produk batik printing atau batik cetak di Solo terjepit. Bukan
tak mungkin ke depan, produk tekstil China juga mengancam produk batik cap
hingga ‘masterpiece’ batik tulis.
“Saat ini yang terkena memang bukan
perajin batik cap atau tulis tetapi industri batik printing. Biasanya yang
menggarap batik seperti itu perusahaan tekstil bukan perajin kecil,” kata Ketua
paguyuban perajin batik di Kampung Wisata Batik Kauman Solo, Gunawan Setiawan
kepada VIVAnews, Minggu 18 Januari 2010.
Produk batik China, disebutkan
Gunawan memiliki keunggulan dibanding produk lokal, yakni harganya yang murah.
“Para pembeli itu sudah tidak
memandang rasa nasionalisme. Yang terpenting bagi mereka harganya lebih murah,”
tegasnya.
Sementara itu, ketua paguyuban
perajin batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo, Alpha Febela mengamini apabila
produk batik printing yang paling terkena dampak dibukanya keran perdagangan
bebas dengan China.
“Dalam jangka pendek ini produk
batik China berupa batik printing. Jadi, bisa dikatakan batik China saat ini
mengambil segmentasi pasar batik printing buatan lokal,” ujar dia.
Membanjirnya produk China, kata
Alpha, hanya bisa dibendung dengan semangat nasionalisme pembeli. Kecintaan
terhadap batik lokal bisa jadi penyelamat.
Selain itu, tambah dia, para
pengrajin harus memiliki kreatifitas dan desain yang lebih kreatif. Dengan
begitu, batik printing lokal tetap mampu bersaing ditengah gempuran batik impor
China.
“Yah, kelemahan kita sebagai perajin
batik sejak awal tidak dididik berjiwa wirausaha. Padahal, seharusnya memang
harus seperti itu supaya bertahan. Sedangkan untuk nasionalisme, supaya
masyarakat tetap mencintai batik Solo juga butuh proses,” kata dia.
Mengenai potensi batik cap dan
tulis, yang hingga saat ini masih aman, juga bakal menemui nasib sama.
Sebab, bisa jadi tekstil China akan
masuk ke Solo dalam bentuk kerjasama UKM dan mau menerima order kelas menengah
ke bawah.
“Nah, itulah yang paling merepotkan.
Hancurnya ukurian Jepara juga seperti itu, karena banyak asing yang masuk,”
papar Alpha
Bahkan, Alpha sedikit membocorkan
sejak awal Januari hingga hari ini omzet penjualan toko batik yang ada di
Kampoeng Batik Laweya susut sekitar 20-30 persen. “Antara sebelum ada
perdagangan bebas dan setelahnya ada sedikit dampak penurunan,” keluh Alpha.
- Indonesia Punya Pasar, China Punya Produk
China sebagai raksasa ekonomi dunia sudah tak terbantahkan lagi geliatnya di bidang perdagangan
mampu menusuk sampai ke Amerika Serikat membuat negeri paman sam ini kewalahan.
Sementara kiprahnya di Asean semakin kuat terutama setelah adanya Perjanjian
Perdagangan Bebas Asean – China yang disebut ACFTA.
Dampak negative atas perdagangan bebas
ACFTA sudah dirasakan oleh Indonesia yang punya penduduk 235 juta menjadi
sasaran empuk peluang pasar China. Perhatikan dipasar tanah abang pasar tekstil
sudah dibanjiri tekstil asal China termasuk batik yang nota bene kepunyaan
Indonesi di produksi di China di pasarkan di tanah abang dengan harga yang
lebih murah. Kemudian masuklah ke super atau hyper market periksa konter mainan
anak anak mayoritas juga adalah produk dengan tulisan made in china. Teruslah
pergi ke toko furniture kita akan temukan bergagai macam furniture buatan
China, demikian juga konter produk electronik dan permesinan, dari semua itu
peningkatan yang paling menyolok produk china ke Indonesia adalah produk
makanan dan minuman serta alas kaki.
Fenomina masuknya produk China
secara besar besar besaran ke Indonesia dibuktikan dengan data neraca
perdagangan Indonesia – China akhir 2010 dimana defisit di pihak Indonesia.
Nilai ekspor Indonesia ke China 49,2 miliar dollar AS, sementara nilai impor
dari China sebesar 52 miliar dollar AS (Koran Jakarta, tulisan Achmad Maulani 8
Juni 2011).
Dampak buruk atas membanjirnya
produk China terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) sudah dirasakan. Inilah
sebenarnya pokok masalah yang banyak diserukan dan dikhawatirkan berbagai
kalangan, terutama kalangan yang sangat merasakan dampak langsung dari
perjanjian ACFTA. Bayangkan saja
bila tahun 2004 tarif bea masuk ke Indonesia dalam skema ACFTA masih 9,9 persen, maka semenjak 2010 turun drastis menjadi 2,9 persen. Tak pelak, produk-produk China kini semakin merajalela dipasar Indonesia dan merambah seluruh lini.
bila tahun 2004 tarif bea masuk ke Indonesia dalam skema ACFTA masih 9,9 persen, maka semenjak 2010 turun drastis menjadi 2,9 persen. Tak pelak, produk-produk China kini semakin merajalela dipasar Indonesia dan merambah seluruh lini.
Dalam situasi persaingan yang begitu
ketat celakanya pemerintah belum mempunyai data yang akurat tentang pemetaan
kebutuhan pasar China. Data yang dimiliki Indonesai selama ini dari pihak China
tidak akurat sehingga pemetaan kebutuhan pasar China-Indonesia sangat minim.
Akibatnya, pelaku usaha nasional masih harus meraba-raba karakteristik dan
kebutuhan pasar China. Hal ini jelas mempersulit Indonesia untuk membuat
kebijakan yang tepat.
Sekarang apa mau dikata yang terjadi
terjadilah sudah China yang punya produk dan Indonesia yang punya pasar
kenyataannya China meraup pangsa pasar kita karena produk kita tidak mampu
bersaing dengan China akibat kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada pelaku
bisnis khususnya usaha menengah dan kecil (UKM)..
4. ADAKAH KEBIJAKAN TENTANG MASALAH
TERSEBUT?
Kementerian BUMN mendorong
pemerintah menerapkan penggunaan label Standar Nasional Industri (SNI) terhadap
produk China guna melindungi perusahaan lokal sekaligus memproteksi konsumen,
terkait pelaksanaan ASEAN -China Free Trade Agreement CFTA).
“SNI penting diterapkan untuk
mengetahui apakah barang yang masuk ke Indonesia kualitasnya sama dengan
produksi sejenis dalam negeri,” kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu,
tadi sore.
Menurut Said, sejauh ini dampak
pelaksanaan ACFTA dalam jangka pendek terhadap kinerja perusahaan perusahaan
milik negara belum terasa.
“Akan tetapi, kami terus
mempelajarinya dan segera memberi masukan kepada Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Perindustrian untuk mengambil langkah konkret menghadapi persoalan
,” katanya.
Ia menjelaskan, secara industri
pelaksanaan ACFTA memberikan dampak besar terhadap pasar di dalam negeri karena
akan dibanjiri produk-produk yang beragam kualitas dan harganya.
Satu jenis produk bisa memiliki
hingga lima kualitas, dengan harga bervariasi yang bersaing dengan produk
sejenis dalam negeri.
“Dari tampang sama (produk), tapi
kualitasnya rendah. Dengan harga yang ditawarkan yang lebih murah bisa saja
produk asal China tersebut lebih laku,” tegasnya.
Untuk itu diutarakan Said, agar
lebih adil maka penerapan SNI diterapkan tidak saja untuk produk dari luar
negeri tetapi juga produk lokal agar telihat jelas bahwa yang dibeli para
konsumen bukan merupakan “sampah”.
Sesungguhnya, lanjutnya, masalah
yang dihadapi adalah bahwa produk asal China yang masuk ke dalam negeri tidak
punya standar.
“Kalau standarnya sama , maka kita
yakin mampu bersaing. Yang manufaktur agak berat, tapi kalau produk rumahan
masih beranilah,” tegas Said.
Menurutnya, secara keseluruhan
penerapan ACFTA bisa memberi dampak negatif karena mengancam sektor tertentu,
namun juga berdampak positif terhadap BUMN karena bisa disiasati dengan
efisiensi terhadap biaya-biaya produksi, sehingga menciptakan peluang.
Said mencontohkan, motor China yang
sempat menjadi fenomenal masuk ke Indonesia karena dijual dengan harga murah,
belakangan tidak lagi laku atau bahkan hilang dari pasar karena konsumen
otomotif sudah lebih jeli terhadap kualitas produk.
Untuk itulah diutarakan Said,
penting bagi pemerintah untuk mengedepankan kampanye produk dalam negeri,
dengan catatan bahwa yang diproduksi adalah barang berkualitas.
Ia mengakui, produk baja impor asal
China banyak beredar di pasar, namun dengan kualitas produk PT Krakatau Steel
(Persero) yang lebih terjamin, membuat secara perlahan baja impor tersebut akan
ditinggalkan.
Untuk itu katanya, sebagai
antisipasi pemberlakuan ACFTA, Kementerian BUMN mendorong perusahaan” pelat
merah “menghasilkan barang/jasa berkualitas sehingga menjadi pionir di setiap
industri.
“Pemerintah juga memastikan
ketersediaan BBM, gas, dan energi listrik secara berkesinambungan untuk
mendukung daya saing industri di dalam negeri,” pungkasnya.
a. ADAKAH PERBEDAAN PENDAPAT SIAPA
ORGANISASI YANG BERPIHAK PADA MASALAH INI.
Tidak ada perbedaan pendapat. Semua
sepakat bahwa impor Produk Tiong kok hanya akan memperburuk ekonomi Indonesia.
Kenapa? Produk-produk lokal yang kalah bersaing dan tak mampu melanjutkan
usahanya akan gulung tikar. Sekarang, banyak masyarakat yang lebih memilih
menjadi pedagang ketimbang memproduksi barang sendiri. Ironis bukan?
Produk-produk Tiong kok yang murah
menjadi faktor utama yang harus segera diselesaikan. Pemerintah diharapkan
dapat membuat kebijakan-kebijakan yang memihak para pengusaha produk lokal agar
mereka dapat bersaing secara ketat dan mengunggulkan kualitas.
b. PADA TINGKAT LEMBAGA PEMERINTAH
APA YANG BERTANGGUNG JAWAB TENTANG MASALAH INI?
Mungkin BUMN. Sebagai perusahaan
yang disokong pemerintah. Harusnya bisa mengatasi permasalahan ini. Namun, dari
semua itu. Yang paling penting adalah bagaimana mengembangkan UKM(Usaha Kecil
menengah) agar tak tenggelam dari persaingan yang makin lama makin ketat.
Kini sudah banyak didirikan Bank
Perkreditan Rakyat dan PNPM mandiri yang disokong pemerintah untuk membantu
para pengusaha UKM agar mampu bersaing dan menciptakan produk-produk yang
berkualitas dan bermutu tinggi.
Anda berminat les privat
bahasa mandarin hubungi
XL : 087853300091
FLEXI :
031-83809482
PIN
BB
: 542D2541
PIN
BB :
2619E4DB
DAFTAR HARGA LES
PRIVAT BAHASA MANDARIN SURABAYA
DAFTAR HARGA LES
PRIVAT BAHASA MANDARIN SURABAYA JALAN KENJERAN
Murid datang kerumah
guru jalan kenjeran 4 no 3
1 orang 75.000. Per kali datang 520.000 perbulan
2 orang 100.000. Per kali datang 640.000 perbulan
3 orang 135.000. Per kali datang 840.000 perbulan
4 orang 160.000. Per kali datang 960.000 perbulan
SEMINGGU DUA KALI
SEBULAN DELAPAN KALI
JANGAN LUPA BACA JUGA
KETERANGAN DISKON DIBAWA
GURU DATANG KERUMAH
MURID
DAFTAR HARGA LES
PRIVAT BAHASA MANDARIN SURABAYA SURABAYA TIMUR
Donokerto, Lebak,
karang empat, karangasem, Kapasan, Rangkah, Ambengan, Ploso, Jln Kenjeran, Simokerto,
Gembong, ngaglik, jagalan, kapasari, sidotopo, kembang jepun, kusuma bangsa,
ambengan, tambak sari, pacar keling,
1 orang 90.000. Per kali datang 600.000 perbulan
2-3 orang 120.000. Per kali datang 750.000 perbulan
4-5 orang 130.000. Per kali datang 880.000 perbulan
6-7 orang 160.000. Per kali datang 1.120.000 perbulan
8-9 orang 170.000. Per kali datang 1.200.000 perbulan
Surabaya timur (kali
waron, dharmahusada, mulyosari, raya keputih, jl raya kertajaya bliton, klampis,
raya gubeng, manyar kertoarjo, ngagel, manyar, dan sekitarnya)
1-2 orang 120.000. Per kali datang 800.000 perbulan
3-4 orang 150.000. Per kali datang 960.000 perbulan
5-6 orang 225.000. Per kali datang 1.400.000 perbulan
7-9 orang 280.000. Per kali datang 1.680.000 perbulan
Surabaya timur (nginden, keputih,rungkut, semolo waru,
panjang jiwo, ngagel, pucang, trenggilis, prapen, jemursari, margorejo,
sidosermo, pandugo, gunung anyar dan sekitarnya)
1-2 orang 140.000 Per kali datang 960.000 perbulan
3-4 orang 180.000 Per kali datang 1.200.000 perbulan
5-6 orang 275.000 Per kali datang 1.800.000 perbulan
7-9 orang 350.000. Per kali datang 2.240.000 perbulan
SEMINGGU DUA KALI
SEBULAN DELAPAN KALI
JANGAN LUPA BACA JUGA
KETERANGAN DISKON DIBAWA
DAFTAR HARGA LES
PRIVAT BAHASA MANDARIN SURABAYA Surabaya Barat
1-2 orang 180.000 Per kali datang 1.200.000 perbulan
3-4 orang 210.000 Per kali datang 1.440.000 perbulan
5-6 orang 300.000 Per kali datang 2.000.000 perbulan
7-9 orang 385.000. Per kali datang 2.520.000 perbulan
SEMINGGU DUA KALI
SEBULAN DELAPAN KALI
JANGAN LUPA BACA JUGA
KETERANGAN DISKON DIBAWA
DAFTAR HARGA LES
PRIVAT BAHASA MANDARIN SURABAYA Seluruh daerah
Surabaya
10-15 orang
450.000 Per
kali datang 2.600.000
perbulan
SEMINGGU DUA KALI
SEBULAN DELAPAN KALI
JANGAN LUPA BACA JUGA
KETERANGAN DISKON DIBAWA
Anda berminat
les privat bahasa mandarin hubungi
XL :
087853300091
PIN
BB
: 542D2541
LINE :
young_bastian
INSTAGRAM :
HUANGKUNYANG
PIN
BB :
2619E4DB
KETERANGAN DISKON
JADWAL
LES/KURSUS JAM 08:00- JAM 13:00 DISKON 10%
SISWA
ATAU SISWI SD GLORIA, SMP GLORIA, SMA
GLORIA, SD YPPI, SMP YPPI, SMA YPPI, SD
NSA, SMP NSA, SMA NSA, SD VITA, SMP VITA, SMA VITA, SMP SANTA AGNES MENDAPAT
DISKON 10 % SELAMA 2 BULAN PERTAMA
Mahasiswa atau mahasiswi
UBAYA(UNIVERSITAS SURABAYA), UNAIR(UNIVERSITAS AIRLANGGA), ITS(INSTITUT 10
NOVEMBER), ISTTS, STIKOM, UNIVERSITAS MONAS, WK WIJAYA KUSUMA, UKP (UNIVERSITAS
KRISTEN PETRA), WM(WIDYA MANDALA), UBARA, UNESA, UNTAK, ITAS, UNIVERSITAS
CIPUTRA, UNIVERSITAS NAROTAMA, UNESA(UNIVERSITA NEGERI SURABAYA), UNIVESITAS HANG TUA MENDAPAT DISKON 10 %
SELAMA 3 BULAN PERTAMA
GURU ATAU KARYAWAN SD
GLORIA, SMP GLORIA, SMA GLORIA, SD YPPI, SMP YPPI, SMA YPPI, SD NSA, SMP NSA, SMA NSA, SD VITA, SMP
VITA, SMA VITA, SMP SANTA AGNES, SD CITA HATI, SMP CITA HATI, SMA CITA HATI, SD
SPIN, SMP SPIN, SMA SPIN, SD MERLION, SMP MERLION, SMA MERLION, SD ELYON, SMP
ELYON, SMA ELYON, SD HENDRIKUS, SMP HENDRIKUS, SMA HENDRIKUS, TK PETRA SD
PETRA, SMP PETRA, SMA PETRA, SMK PETRA, SMKK MATER AMABILIS MENDAPAT DISKON 10 % SELAMA 6 BULAN PERTAMA
DOSEN
DAN KARYAWAN UBAYA(UNIVERSITAS SURABAYA), UNAIR(UNIVERSITAS AIRLANGGA),
ITS(INSTITUT 10 NOVEMBER), ISTTS, STIKOM, UNIVERSITAS MONAS, WK WIJAYA KUSUMA,
UKP (UNIVERSITAS KRISTEN PETRA), WM(WIDYA MANDALA), UBARA, UNESA, UNTAK, ITAS,
UNIVERSITAS CIPUTRA, UNIVERSITAS NAROTAMA, UNESA(UNIVERSITA NEGERI SURABAYA), UNIVESITAS HANG TUA MENDAPAT DISKON 10 %
SELAMA 5 BULAN PERTAMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar